Sabtu, 27 Juni 2015

Penjaga Iboih

Ma ra kaaa saaa raaaa
........................................
“Sebisa mungkin aku akan menulis dalam bahasamu. Perhatikan dan simpanlah ceritaku ini ditempat yang tidak mungkin dimusnahkan, baik oleh bangsamu sendiri maupun bangsa kami”

Berita menggemparkan itu terjadi beberapa minggu yang lalu, Zorg sang peramal mengatakan planet kami akan dihancurkan oleh species maha bahaya dari planet yang hanya berjarak 48 juta Kilometer  dari planet kami. Raja Prazga bersama panglima perang legendaris, Rodor segera berunding untuk mengantisipasi apa yang diramalkan zorg, kesimpulannya sebelum species itu menyerang kami, maka kami haru menyerang terlebih dahulu, ya kami harus menghancurkan planet dungu itu, Bumi.


Namaku, Raizar. Lulusan terbaik akademi militer Rodor Academi, aku adalah prajurit termuda yang dibimbing langsung oleh Panglima Rodor sendiri. Bangsa kami adalah bangsa petarung, tidak ada satu pun penduduk planet kami tidak memiliki kemampuan berperang, semuanya siap bertempur kapan pun dan dimana pun dan aku adalah salah satu yang terbaik. Panglima Rodor menugaskanku untuk mencari kelemahan planet Bumi, meskipun kami selalu bangga akan kekuatan kami sendiri dan meyakini bahwa bangsa kami adalah bangsa terkuat di alam semesta, kami tidak suka berperang lama-lama, musuh harus hancur dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Hal yang pertama kulakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang planet Bumi, ternyata penduduknya unik, mereka menyebut mereka sendiri nama manusia. Manusia tidak memiliki satu raja seperti di planet kami, penduduk planet ini memiliki ratusan kerajaan, artinya kekuatan militernya pun terpecah-pecah. Aku ragu tentang ramalan Zorg, bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan kami dengan kondisi terpecpah-pecah seperti itu? tapi tugas adalah tugas, ramalan Zorg terbukti tidak pernah salah selama beratus-ratus tahun menjadi penasihat Raja. Baiklah, selanjutnya aku harus menyelinap masuk ke Planet Bumi.

Seringai khas dan anggukkan panglima Zorg, cukup  buatku untuk berpamitan pergi menuju Bumi. Aku pergi sendiri agar tidak terlalu menarik perhatian penduduk bumi. Pesawat pelontar tercanggih berupa kapsul seukuran tubuh telah disediakan, koordinat yang dituju telah ditentukan, 95◦13’02”-95◦22’36”BT dan 05◦46’28”-05◦54’-28”LU. Panglima Zorg sempat bertanya mengenai penentuan koordinat ini, aku berhasil meyakinkan dia bahwa di bumi ada sebuah kerajaan yang berpotensi menjadi penguasa planet bumi, kerajaannya bernama Indunisis (Indonesia dalam bahasamu), wilayahnya terbentang luas mencakup pulau-pulau yang terpencar terpisah oleh laut-laut dalam sehingga pertempuran dengan kerajaan ini mau tidak mau harus menyerang dari darat, laut dan udara dan mereka memiliki api didalam perut bumi dibawah tempat mereka berpijak, mungkin ini yang diramalkan Zorg, seandainya penduduk Indunisis mampu merubah api di bawah kakinya menjadi senjata maka tidak ada kerajaan di alam semesta yang akan berani melawan Kerajaan Indunisis.

Kerajaan Indunisis memiliki penduduk sebanyak 237 juta jiwa, terbesar ketiga setelah kerajaan Imiriki dan Kerajaan Hindistin. Aku berencana menyusuri seluruh kerajaan kepulauan terbesar di planet bumi ini, berawal dari pulau paling barat, namanya pulau Weh dan tugasku akan berhenti di ujung paling timur yaitu Merauke.

Supaya terlihat normal, setelah tiba di kedalaman 1 Km dibawah laut bernama samudera Hindia, sembari merubah wujudku menjadi manusia seperti penduduk bumi umumnya, aku menyelam menuju ujung barat pulau Jawa untuk selanjutnya pergi ke bandara Internasional Soekarno Hatta, geli sebenarnya melihat pesawat-pesawat terbang yang besar-besar dan terlihat seperti burung bodoh itu. Sang burung bodoh membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk tiba di bandara Sultan Iskandar Muda Aceh. Memanfaatkan apa yang disebut manusia dengan nama internet, kuketahui bahwa manusia menggunakan kapal ferry untuk pergi dari Aceh ke Pulau Weh, pelabuhan Ulee Lheueu Banda Aceh ke Pelabuhan Balohan pulau Weh.

Setibanya di Pulau Weh, segera menuju Kilometer Nolnya kerajaan Indunisis. Setengah mati aku bersiap untuk bertempur, karena dalam pikiranku titik ini mesti dilindungi oleh pasukan militer kerajaan Indunisis. Sesampainya di tugu kilometer nol hari menjelang senja, sekelompok manusia berkulit putih dan berambut pirang asyik duduk diatas bebatuan melihat batas pertemuan antara garis laut dengan langit dalam cahaya keemasan matahari yang tidak terasa panas seperti di planet kami, cahaya matahari tidak menyengat seperti di planet kami. Nyaris saja keindahan senja itu melunturkan kewaspadaanku, seorang manusia dengan tutup kepala dengan kain berwarna merah muda menawarkan minuman kelapa muda, sejenis buah yang hanya tumbuh di planet Bumi. Aku kira dia adalah prajurit kerajaan yang akan meracuniku dengan minuman, karena tidak seperti yang kubayangkan tidak ada satu pun penduduk disini membawa senjata, gila..titik terluar kerajaan ini tidak dijaga sama sekali. Ah, aku harus lebih waspada, malam ini aku tertidur lelap.

Pantai Iboih, cukup banyak penginapan manusia . Alarm biologisku sama sekali tidak memberikan peringatan bahwa akan ada bahaya. Disini semuanya terasa damai, semua manusia saling tersenyum ramah saling menyapa, tidak ada tanda-tanda bahwa mereka berpotensi bisa menguasai alam semesta. Pasir sepanjang pantai iboih putih bersih, air lautnya bening sehingga kau bisa melihat ikan kecil warna –warni yang melenggak lenggok berkerumun untuk kemudian berpencar jika mereka rasa ada ancaman, karang-karangnya indah. Tak ada salahnya kurasa, aku berenang bercengkerama dengan ikan-ikan cantik itu , indra pendengarku aku atur agar bisa memahami semua bahasa yang ada di bawah laut namun tetap waspada dari serangan yang mungkin datang tiba-tiba.

Air laut terasa segar, tidak terasa lengket, mungkin karena belum terkena polusi (istilah yang digunakan manusia untuk sesuatu berupa ulah manusia yang merusak tatanan alam planet bumi). Mataku kubuka lebar-lebar melihat pemandangan bawah laut yang menyediakan aneka warna, ditambah dengan cahaya matahari yang lembut menerobos kedalam kebeningan air laut sempurna sudah, perpaduan antara jernihnya air laut dengan hangatnya sinar matahari membuat semua yang ada didalam laut terlihat jelas. Semakin jauh ku menyelam, tak terasa mesin pengingat lokasi otomatis yang ditanam dalam mataku memberitahu bahwa aku  telah meninggalkan iboih dan posisiku sekarang adalah pantai Rubiah.

Pemandangannya lebih mempesona lagi, ikan-ikannya lebih banyak lagi, lebih banyak coraknya, lebih beraneka warna, ukurannya lebih bervariasi. Seekor lion fish melenggok-lenggok berenang tiada takut ke arahku, matanya yang tidak berkelopak menatapku. Tiba-tiba badanku kaku setelah sebuah sinar berwarna jingga yang sangat cepat keluar dari mulut lion fish tadi menyentuh dahiku, kemudian ikan-ikan kecil itu pelan-pelan berubah bentuk, menjadi tangan, menjadi kaki, badan manusia dan akhirnya manusia utuh. Sekitar sepuluh manusia jelmaan ikan itu menatapku tajam, kami melayang-layang didalam laut, aku berusaha keras untuk menggerakkan badanku, “percuma” mesin penerjemah universalku menangkap satu bahasa.

“Untuk apa kamu datang ke Bumi, wahai makhluk Venus?” suara tenang keluar dari mulut Lion fish. Ah, darimana mereka tahu pikirku. “kami sudah mengikuti kamu sejak dari Bandara Soekarno Hatta, dan kami bisa membaca pikiranmu”, masih Lion fish yang berbicara. Lepaskan aku, teriak otakku. Dengan tenang, Lion Fish menggerakkan siripnya seperti memberi aba-aba kepada sepuluh manusia jelmaan ikan itu. Salah satu manusia ikan, berbisik kepadaku :” sejak saat ini kamu ditahan, dan wujudmu akan dirubah menjadi ikan, kami beri nama kamu Nemo, percayalah meskipun semua tentara Venus mencari kamu, mereka tidak akan pernah menemukanmu”.


Aku kehilangan kontak dengan planet Venus, tidak ada siksaan yang kuterima selama menjadi tahanan di sini di pulau Rubiah, entah kenapa aku tidak merindukan Venus, aku hanya ingin disini menyelam, berenang dan menikmati sinar matahari tropis, dan ketenangan kedamaian pantai Iboh dan cantiknya Pantai Rubiah. Dan aku pun yakin panglima Rodor suatu saat akan mencariku, namun apakah dia mampu menghancurkan tempat seindah ini, atau bahkan terperangkap kebahagian seperti nasibku ini..hmmm, datanglah Rodor..

Blogpost ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Awesome Journey" diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan Nulisbuku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar